Ditertawakan Dan Tidak Percaya Diri

Tertawa merupakan ekspresi jiwa. Tawa mengandung banyak makna. Ada yang bermakna kebahagiaan, kedekatan sosial bahkan sampai yang bermakna sinis, mengejek atau merendahkan.
Klienku, sebut saja Aldo, datang ke ruang terapi karena merasa tidak percaya diri berbicara di depan umum. Setelah ditelusuri, akar masalah tidak percaya diri ini bermula pada saat Aldo duduk di kelas 1 SD.
Hari itu, hari pertama sekolah. Ibu guru meminta anak-anak untuk maju satu persatu ke depan kelas untuk memperkenalkan diri dan menyanyi.
Ketika Aldo berjalan ke depan kelas, tiba-tiba dia terjatuh karena kakinya tersandung tas temannya. Kala itu semua teman sekelas menertawakan Aldo sehingga Aldo menangis. Ibu Guru tetap memaksa Aldo untuk maju dan menyanyi dengan tersedu-sedu. Semakin teman sekelas menertawakan Aldo.
Emosi malu yang Aldo rasakan di kejadian ini merupakan akar masalah dari rasa tidak percaya diri berbicara di depan umum ketika Aldo dewasa.
Ada klien yang lain lagi sebut saja Tasya. Tasya merasa tidak percaya diri di dunia kerja karena orang tua Tasya pernah menertawakan nilai buruk Tasya di depan kerabat mereka. Tasya melihat kejadian itu.
Orang tua yang harusnya jadi pelindung secara tidak sengaja menceritakan kekurangan anak ke orang lain.
Kepekaan akan perasaan orang lain dibutuhkan karena amat berpengaruh pada mentalnya.
Orang tua dan guru hendaknya peka pada kebutuhan anak untuk dihargai dan dihormati agar mereka tumbuh menjadi anak yang percaya diri.
“Everything we do and say should serve as a blessing and bring benefit to all.” -C- (a friend that I talked to today)
Love,
Susiana Samsoedin, M.Pd., CHt®