Letting Go
Pernah kan berhadapan dengan situasi mumet, banyak deadline dalam waktu yang sama?
Jadi, waktu itu dikasih Tuhan:
- Sidang tesis
- Persiapan tahun ajaran baru
- Batal trip ke Malang karena akreditasi sekolah. Tiket direfund. Hotel nga direfund
- Akreditasi Sekolah
- Revisian tesis
Semuanya di bulan Juli 2022! Sempat tanya why? Kok berentet? Sempet stress juga.
Tapi….
Semuanya lancar dan revisian di approve 3 dosen dalam 1 hari.
Akhirnya aku sadar kalau semua terjadi supaya kebaikan semesta, Tuhan, semakin terlihat olehku. Untung aku memilih untuk berusaha melakukan apa yang harusnya ku lakukan dan melepaskannya. Alias berserah. Kebayang kalau pergi ke Malang, ga akan ada simulasi dan kerja bareng tim untuk persiapan matang akreditasi.
Udah merupakan hal yang umum kalau hidup pasti punya ekspektasi. Seringkali, ekspektasi yang ada membuat kita tertekan, jadi obsesif karena memaksa agar ekspektasi tercapai. Ga mudah untuk melepaskan ekspektasi yang sudah terlanjur melekat kan? Gimana ya cara letting go atau melepas?
Berikut merupakan 3 tahapan dalam letting go:
- Menghindari overthinking termasuk menghakimi, memberi label, dan ekspektasi berlebih.
- Melepas luka batin, pikiran negatif.
- Berserah: Fokus pada saat ini bukan masa lalu sehingga mampu melakukan tindakan tepat dalam waktu yang tepat.
Menurut Purkiss (2020) dalam bukunya The Art of Letting Go, melepas ada untungnya. Keuntungan melepas antara lain:
- Tidak stress.
- Mampu bertindak benar pada waktu yang tepat.
- Kesehatan meningkat.
- Tersenyum, tertawa lebih sering.
- Menjadi kreatif.
- Hubungan dengan rekan kerja akan lebih baik.
- Melihat segala sesuatu ada pada tempatnya.
Bagiku, buku Letting Go karya David R. Hawkins di foto yang ku sertakan bagus banget buat dibaca. Seni berpasrah intinya.
Mari-mari pesan atau beli buku ini online.
Susiana Samsoedin
28 Maret 2024