Kesadaran Kolektif
Pernah dengar kan kalimat seperti ini? “Laki-laki harus kuat, ga boleh nangis.” atau “Perempuan lebih baik urus pekerjaan rumah tangga, masak, asuh anak, ga usah kerja kantoran.”
Kalimat-kalimat di atas merupakan pandangan yang terbentuk di masyarakat sehubungan dengan budaya. Lebih jauh lagi, pandangan seperti ini sangat erat hubungannya dengan kesadaran kolektif (collective consciousness).
Emile Durkheim, bapak sosiologi modern menjelaskan bahwa kesadaran kolektif merupakan kepercayaan, keyakinan, ide, perilaku, pengetahuan yang dianggap umum dalam masyarakat. Selanjutnya, kesadaran kolektif ini menjelaskan tentang identitas, rasa memiliki masyarakat tertentu sehingga tercipta keterikatan dan solidaritas dalam masyarakat.
Selain itu, kesadaran kolektif juga memberikan pandangan sosial. Contohnya mengenai cara berpakaian, ritual keagamaan, pernikahan dan perilaku. Kesadaran kolektif ini mempengaruhi individu dalam perilakunya. Bahkan, pandangan lewat kesadaran kolektif ini juga memengaruhi pikiran bawah sadar. Misalnya: pandangan laki-laki tidak boleh menangis bisa masuk ke pikiran bawah sadar anak laki-laki sehingga ketika dia tumbuh dewasa, dia akan tumbuh menjadi orang yang tertutup, menyimpan perasaan sendiri. Padahal, menangis merupakan cara manusia menguras emosi, mengurangi stress dan kecemasan. Pandangan bahwa wanita harus tinggal di rumah, tidak boleh bekerja di kantor, tidak usah sekolah tinggi-tinggi bisa menjadi sugesti bawah sadar anak perempuan sehingga ketika dewasa, pikiran bawah sadar ini menghalanginya untuk maju, berkarya dan berprestasi.
Kesimpulannya, kesadaran kolektif sangat memengaruhi pikiran bawah sadar sehingga turut mempengaruhi well being seseorang. Diperlukan kesadaran kolektif juga untuk memilih mana yang dipertahankan dan mana yang harus dihilangkan.
Semangat!
Love
Susiana Samsoedin, M.Pd. CHt®